Sedih sekali saya membaca berita ada ibu yang tega melakukan perampasan nyawa terhadap anak-anaknya. Awalnya saya tidak mau baca, sedih Mak baca berita begituan. Tapi akhirnya saya baca juga karena terus bersliweran di notifkasi gawai saya. Rasanya campur aduk, antara geram, sedih, pengen nangis dan lain-lain. Karena ternyata ibu itu melakukan hal tersebut karena dia merasa gagal. Dia tidak bahagia, dari ketidakbahagiaannya itu dia merasa bahwa anak-anaknya juga merasakan hal yang sama. Pada akhirnya si Ibu merasa daripada anaknya tidak bahagia bagus bersama-sama mengakhiri hidup di dunia. Dan ini bukan kejadian pertama, sudah ada kejadian serupa di waktu dan tempat yang berbeda.
Dulu saya merasa hal tersebut adalah kesalahan ibu semata. Namun ternyata saya salah. Seorang ibu memiliki banyak sekali tanggung jawab terutama pekerjaan domestik. Mungkin yang belum pernah menjadi ibu akan merasa hal tersebut remeh, tapi ternyata pas menjalani sendiri kadang saya merasa stres hehehe. Padahal saya masih kerja, enggak melulu ngurusin dapur, sumur dan kasur. Terbayang dong bagaimana beratnya ibu yang sehari-hari di rumah saja, ya kalau pendapatan lancar. Kala pendapatan juga seret atau bahkan kepala keluarga tidak bisa mengayomi, pastilah si Ibu itu makin pusing tujuh keliling bahkan bisa sampai depresi dan menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Kalau ibu sudah tidak hepi rembetannya bisa banyak. Yang tidak akur dengan pasangan, yang anak-anaknya menjadi pelampiasan dan lain-lain. Tapi enggak semua begitu juga ya, ada juga kok ibu-ibu yang masih survive meski support kepada mereka cukup minim. Meski batinnya tertekan anak-anak tetap hidup layak dan cukup bahagia. Tapi tentu saja butuh perjuangan yang luar biasa untuk itu.
Saya sendiri bukan ibu yang minim support. Saya punya suami yang siap sedia mengasuh para bocah, punya mertua dan saudara yang selalu membantu di kala saya sibuk. Tapi ternyata saya juga tidak bisa mengatakan bahwa saya tidak stres bahkan kadang merasa tertekan. Jujur saya banyak belajar dari ibu-ibu kuat yang minim dukungan tapi tetap bisa bahagia dan bersemangat.
Dari situ kita perlu banyak belajar bahwa ternyata kesehatan mental ibu itu sangat penting. Sebuah penelitian dari studi Millenium Cohort melakukan survei dari 13 ribu pasang anak yang lahir di tahun 2000 hingga 2001 menunjukkan bahwa anak-anak dengan ibu bahagia ternyata memiliki kehidupan lebih baik dibandingkan anak-anak yang tumbuh dengan ibu yang tidak bahagia.
Sungguh suatu hal yang tidak bisa dianggap remeh. Karena kunci kebahagiaan anak-anak adalah kebahagiaan ibu. Maka dari itu ada sebuah tugas besar dari seorang ibu untuk membuat dirinya bahagia. Tidak mudah tapi mari kita coba lakukan.
1. Terbuka Pada Pasangan
Laki-laki adalah makhluk yang egois dan logis. Dia tidak akan memperhatikan kita jika kita kelihatan kuat dan tidak membutuhkan apa-apa. Sekali-kali bilang takut di rumah sendiri saja sudah membuat mereka merasa dibutuhkan. Selain itu laki-laki tidak mengerti kode. Ketika saya marah sampai banting panci dia tidak bereaksi. Berbeda ketika kita bicara lugas apa yang kita perlukan darinya.
Misalnya saja kita kewalahan mengurus anak. Minta tolonglah suami untuk memandikan, atau misalnya sedang tidak enak badan dan tidak masak, minta tolonglah suami untuk membelikan makanan. Atau jujurlah kita sedang mengerjakan apa dan tidak bisa mengerjakan yang lain sehingga memerlukan bantuannya. Jangan ragu untuk terbuka kepada suami karena kepada mereka kita bersandar. Dan yang harus kita ingat sebuah keluarga adalah tim.
Rasanya sungguh lega kalau sudah bisa menyampaikan uneg-uneg ke suami. Dan perlu juga lho bagi ibu melakukan ini, agar kita tidak menanggung beban sendiri. Dengan begini ibu jadi tidak stres sendiri dan bisa lebih bahagia.
2. Mencari Titik Untuk Bersyukur
Ketika menemukan titik untuk bersyukur ini ada sebuah kelegaan dalam hati. Ternyata semua yang kita alami masih ada hikmahnya. Dan dari kelegaan itulah saya merasakan kebahagian itu hadir.
3. Jangan Lupa Me Time
Contohnya saja nonton film, skin care-an di rumah, membaca buku dan lain-lain. Walaupun tidak lama, setidaknya ada ruang bagi saya untuk aktualisasi diri. Lumayan bisa membuat hati senang dan kembali berenergi setelah penat beraktifitas.
4. Rumput Tetangga Selalu Lebih Hijau
Maka dari itu saya harus punya standar kebahagiaan sendiri. Punya target-target pencapaian sendiri yang saya tuangkan dalam dream board. Baru membuatnya saja saya sudah bisa tersenyum sendiri apalagi bisa mencapainya. Catatan pentingnya adalah mencapai dream board ini bersama-sama dengan keluarga. Ah bahagianya.
5. Membaca Kisah Motivasi
Roda kehidupan terus berputar. Ada masanya kita merasakan keberhasilan ada kalanya juga kita merasakan keterpurukan. Boleh saja kita bersedih, namun jangan dibiarkan berlarut-larut dalam diri agar tidak menjadi penyakit. Harus ada energi positif yang menggantikan energi negatif tersebut.
Ketika mengalami hal tersebut saya mencoba untuk membaca kisah-kisah motivasi dari orang lain, baca curhatan ibu-ibu hebat agar bisa merasakan semangatnya. Karena saya bukan tipe orang yang suka curhat kepada orang lain maka saya memilih solusi ini. Dengan membaca kisah keberhasilan orang lain saya merasa sedang ditransfer energi positif. Dari situ saya juga ikut termotivasi untuk bangkit.
Itulah hal-hal yang saya lakukan ketika ada hal-hal yang mengurangi kebahagiaan saya. Menjadi emak-emak tak lantas membuat kita kucel kan? Kita juga harus tetap semangat, cantik dan bahagia pastinya. Semoga semua ibu bisa menemukan kebahagiannya.
Laki-laki adalah makhluk yang egois dan logis. Wah, bisa protes suamimu dibilang egois, Wi.
BalasHapusHahaha dia gak baca kok
Hapus