Jumat, 01 September 2023

# Cerita # kenangan

1. Pesan Ibu : Prolog



Saya begitu syock, terkejut dan rasanya tidak percaya. Pagi itu di bulan Ramadhan, sebelum sahur saya menerima telepon. Bukan kabar gembira namun kabar duka yang saya dapat, mengabarkan bahwa ibu sudah tidak ada. Buru-buru kami memesan tiket untuk pulang.

Sungguh saya linglung dan kaget. Apalagi seharusnya lebaran saat itu saya sekeluarga pulang kampung dan dapat berkumpul bersama, namun ternyata Allah berkendak lain. Beliau lebih sayang ibu dan memanggilnya.

Baca Juga: Simbah dan Tape

Perjumpaan Terakhir


Perjumpaan terakhir dengan ibu terjadi pada akhir tahun 2015 sekitar 6 bulan sebelum Ibu berpulang. Saat itu kebetulan ada kegiatan kantor yang berpusat di Solo. Tentu saja saya tidak ingin melewatkan kesempatan ini untuk berkumpul dengan keluarga.

Entah kenapa saya memang merasa gelagat ibu agak aneh. Beliau membelikan bahkan barang yang saya belum terlalu butuh. Saya begitu dimanja seolah-oleh kami tidak akan berjumpa kembali. 

Tapi saat itu saya tidak ada firasat apa-apa, hanya sedikit heran kenapa ibu agak berbeda. Tidak seperti biasanya ketika saya pulang pasti akan ada bumbu konflik sebagai ibu dan anak. Ah kadang menyesal terlambat mengetahui hal itu, kalau saya itu itu adalah saat-saat terakhir kami berjumpa saya tidak akan melewatkan waktu sedetikpun bersama Ibu.

Kepergian Mendadak


Kepergian ibu memang cukup mendadak. Dua hari sebelum kepergian beliau kami sempat telponan. Beliau masih sehat dan ceria. Bahkan menurut Bapak dan Adik sore sebelum Ibu berpulang beliau masih menghadiri beberapa acara. Hingga saat pagi menjelang, Bapak yang membangunkan Ibu untuk sahur mendadak histeris karena hanya tinggal raga.

Beliau juga sempat bernazar untuk mengkhatamkan Al-Quran selama Ramadhan sehingga Bapak meminta kami memenuhi nazar tersebut. Yang paling mengharukan adalah saat lebaran. Saking kehilangannya Bapak tidak ingin ikut lebaran. Sedih rasanya beliau seperti burung yang kehilangan sebelah sayapnya.

Namun dengan bantuan dari berbagai pihak akhirnya Bapak bisa ikhlas dan menerima kepergian Ibu. Beliau sudah beraktivitas seperti biasa setelah beberapa bulan Ibu pergi.

Pasca Ibu Pergi

Semua memang tak sama lagi. Pasca ibu pergi saya juga seperti terperosok dalam jurang yang dalam. Mulai menarik diri dari media sosial, bahkan masih suka tiba-tiba menangis ketika menceritakan kronologi kepergian Ibu. Bahkan saat menulis inipun air mata masih mau tumpah rasanya.

Hari-hari menjadi terasa hampa, tak ada lagi yang menanyakan kabar atau menyuruh saya pulang. Bahkan ketika pulang pun suasana rumah terasa berbeda, meski ada Bapak dan Adik rasanya ada yang kurang. 

Sengaja foto profil di instagram tidak saya ganti karena saya disitu berpose bersama ibu. Dan mungkin selamanya akan tetap menggunakan foto profil yang itu saja untuk mengenang beliau.

Mengenang Ibu Melalui Pesannya

Ibu adalah sosok inspirasi untuk saya, beliau adalah orang yang tegas dan demokratis. Ketika kita tidak boleh melakukan A berarti itu adalah aturan yang tidak boleh dilanggar. Sekali dilanggar pasti akan ada sanksi yang dikenakan pada anak-anaknya.

Namun beliau adalah sosok yang demokratis. Beliau akan menyuruh anak-anaknya mengambil keputusan masing-masing seperti misalnya apakah mau ikut les bahasa inggris atau tidak. Beliau akan balik bertanya apakah saya memang mau dan berkomitmen untuk mengikuti les tersebut. Kalau iya berarti memang saya layak mengikuti lesa tersebut. Tapi kalau tidak yang sebaiknya tidak usah.

Ada banyak sekali pesan-pesan dari beliau yang begitu menancap di hati. Dan saya kepikiran untuk menuliskannya, agar beliau abadi dalam tulisan. Semoga kuat menulisnya dan tidak bercucuran air mata. Maka mulai Jum'at ini dan Jum'at seterusnya sampai saya merasa bahwa semua pesan ibu habis akan saya tulis di blog ini.

Alfatihah untuk Ibu.

3 komentar:

  1. Ikut berdukacita membaca ttg ini mba. Alfatihah untuk ibunya mba yaa. Semoga semua amal beliau di masa hidup, menjadi bekal dan penolong di akhirat. Semoga kuburnya selalu diterangi, dan kesalahan diampuni.

    Aku bisa paham apa yg mba rasakan. Menarik diri dari medsos saat anggota keluarga tersayang meninggal.

    Sebenernya itu juga yg sedang aku lakuin saat ini. Uninstall FB dan IG, hanya fokus ke blog, sejak dengar kabar papa semakin down Krn cancer yg diderita. Ntah kenapa medsos jadi hilang keseruannya.

    Hari2 seperti menunggu kabar buruk dari Medan. Itu juga yg bikin down, Krn aku blm bisa balik ke sana.

    Jadi bisa paham kenapa mba malah mutusin menarik diri dari medsos. Bagi yg suka menulis, blog biasanya selalu bisa menjadi obat untuk mengurangi stress atau sedih yg kita rasa. Bagus juga kalau mba mau menulis semua pesan ibu yang pernah diucapkan dulu 🤗

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak atas supportnya mbak, doa terbaik untuk papanya ya mbak

      Hapus

Terima kasih sudah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar dengan link hidup akan dihapus ya....