Kupikir pandemi Covid sudah berlalu. Lihat saja orang-orang sudah melakukan aktivitas seperti biasa. Malahan beberapa diantara mereka sudah berani membuka masker. Apa hanya aku saja yang masih ketakutan dengan pandemi ini. Selalu over protective terutama kepada anak-anak. Karena aku tak ingin merasakan penyakit yang katanya membuat orang yang diserangnya tak berdaya.
Tapi ternyata kini aku harus merasakannya. Aku dan kedua anakku saat ini isolasi mandiri di rumah, syukurlah Ayah mereka tidak ikut tertular. Entah dari mana dan siapa yang membawa aku tidak tahu, tiba-tiba saja kami demam berurutan. Dan hasil PCR tak dapat lagi dielakkan bahwa kami memang benar-benar terkena penyakit yang paling menular saat ini.
Untuk mendapatkan obat ada aplikasinya tersendiri namun terkoneksi dengan aplikasi peduli lindungi. Untunglah akhirnya kami mendapat obat dari pemerintah secara online, namun harus ditunggu terlebih dahulu karena obat tersebut dikirim melalui kurir.
Ternyata tak lama kami menunggu obat, besok paginya obat tersebut sudah datang. Langsung saja kubuka agar kami bisa segera minum obatnya. Karena disaat sakit seperti ini tidak ada yang diharapkan kecuali kesembuhan.
“Lho… kok…,” aku sedikit kecewa melihat bungkusan yang kuterima. Hanya ada obat masuk angin dan vitamin C dosisi tinggi. Wah masak berbeda ya dari obat yang diaplikasi. Aku menggerutu sendiri dan juga menyampaikannya di sosial media, hingga ada satu komentar yang membuatku terpana.
“Mbak itu obat dari aku yang kirim.”
Entah seperti apa mukaku saat itu, yang jelas orang-orang di seberang sana tertawa terbahak-bahak. Sementara itu di depan ada kurir datang, mengantarkan sebuah bungkusan dengan logo Kementerian Kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar dengan link hidup akan dihapus ya....