Ini adalah sebuah ringkasan perjalanan perantauan saya.
Dimulai ketika saya lulus SMP dan harus merantau ke ibukota kabupaten
dikarenakan transportasi yang cukup rumit, kemudian selepas SMA saya mencoba
sebentar hidup di ibukota provinsi yaitu semarang. Perjalanan nasib
membawa saya hingga ke Jakarta, dari Jakarta inilah akhirnya pertama kali saya
merasakan naik pesawat hingga ke pulau Kalimantan. Hanya dua tahun bertahan di
pulau ini saya kemudian diboyong suami ke Pulau Sumatera. Semua pengalaman ini
sangat berkesan dan menjadi sejarah tak terlupakan dalam hidup saya.
Klaten Bersinar
Pada tahun 2001 ketika saya mulai masuk sekolah menengah
atas saya terpaksa berpisah dengan orang tua saya. Jarak tempuh ke sekolah yang
cukup jauh dan tidak memungkinkan untuk antar jemput akhirnya saya dikoskan.
Dari sinilah saya belajar untuk mandiri, pulang seminggu sekali tiap hari Sabtu
dan kembali lagi di hari Seninnya.
Penyesuaian di Kota ini tidak terlalu susah, maklumlah masih
satu kabupaten. Masalah rasa masih standar, masalah adat budaya juga masih
sama. Yang membedakan adalah saya harus pergi cari makan pagi, siang dan malam
jika pengen kenyang, kalo males ya terpaksa tidur sambil kelaperan. Hasilnya kelas
3 SMA sayapun jadi kurus turun berat badan saya hingga 7 kilo hihihi. Yess! Yesss!
Kota Semarang, Tinggal di Kolong Jembatan Tol
Alhamdulillah tahun 2004 saya lulus SMA. Ikutan jalur PMDK
ke IPB nggak lolos. Akhirnya saya ikut USM STAN, STIS dan ikutan SPMB. STAN
saya tidak lolos, STIS saya lolos tes tahap pertama, waktu menunggu pengumuman
tes tahap kedua SPMB sudah lebih dahulu diumumkan dan saya lolos untuk pilihan
kedua saya di UNDIP
Singkat cerita akhirnya saya ngekos lagi, kali ini di
Semarang. Sempat dapat ledekan kalau saya ngekos di kolong jembatan tol hehehe,
maklum lah di persimpangan jalan masuk ke kos saya memang terdapat jembatan tol
disitu. Posisi jembatan itu di atas persimpangan jalan tadi jadilah saya bahan
bulan-bulanan saudara saya.
Tapi tak lama saya di hanya beberapa minggu hingga kemudian
saya mendapat telepon dari BPS Provinsi Jawa Tengah bahwa saya dinyatakan lolos
tes Tahap II STIS dan diperbolehkan mengikuti
tes tahap III yaitu Tes Kesehatan (Saya masuk cadangan).
Go To Jakarta
Alhamdulillah di tes tahap III ini saya lulus walaupun sempat
ada tragedi HP nyemplung bak mandi. Akhirnya hari itu saya, Ibu dan Bapak ke
Jakarta naik kereta. Saya termasuk beruntung ibu saya memilki saudara di
Semarang dan Jakarta, jadi sebelum mendapat tempat yang pasti kami bisa numpang
di rumah saudara. Apalagi di Jakarta yang begitu rumit bisa-bisa tersesat kami
kalau tidak ada petunjuk jalan.
![]() |
waktu wisuda |
Empat tahun di Jakarta saya merasakan hal yang cukup menyenangkan.
Mulai dari melihat Monas secara langsung, pergi ke Masjid Istiqlal, ke Ragunan,
ke Bioskop dan lain-lain belum lagi menjelajah di wilayah sekitar Jakarta
seperti ke Puncak, ke Kebun Raya Bogor dan Gunung Salak. Sayangnya walaupun
sampai Jakarta saya belum sempat ketemu Presiden secara langsung, baru ketemu
wakil Presiden Pak Jusuf Kalla sewaktu meresmikan acara pembukaan Islamic
Bookfair di Senayan.
Terbang Perdana Menuju Borneo
Oktober 2008 saya di wisuda. Setelah itu beberapa bulan lamanya
kami seangkatan diwajibkan magang di instansi yang menaungi sekolah kami dan
akhirnya terbitlah SK CPNS yang mengharuskan saya hengkang dari Jakarta.
Inilah pengalaman perdana saya naik pesawat. Jujur
takuuuuttt banget tapi ketakutan itu sedikit menghilang karena kami berangkat
serombongan. Dan kali ini tidak ada tempat tujuan kami karena bapak maupun ibu
saya tidak punya saudara disini hanya teman ibu semasa kecil. Tapi Alhamdulillah
dibantu oleh salah seorang kepala sub bagian di kantor baru saya tersebut
akhirnya saya mendapatkan tempat kos yang nantinya saya huni lebih dari dua
tahun. Dengan berbagai macam suka dukanya, dengan berbagai karakter penghuninya
yang silih berganti.
Hingga tiba suatu hari. Hari bersejarah dalam hidup saya. Hari
peralihan tanggung jawab dari orang tua kepada seorang lelaki asing yang
menjadi suami saya. Akhirnya pada tanggal 3 Maret 2011 saya resmi menyandang
status sebagai seorang istri. Pada tahun yang sama di bulan Oktober resmi
pulalah saya meninggalkan Provinsi Kalimantan Timur yang saya cintai.
Hari Baru Lembaran Baru
Pada awal-awal saya tinggal di Bangkinang, Kabupaten Kampar
Provinsi Riau saya belum sanggup untuk beradaptasi dengan makanannya. Rasa
pedas tanpa gula adalah rasa yang tidak begitu saya sukai. Berbeda dengan di
Samarinda dulu semua makanan serasa pas di mulut saya bahkan untuk sayur asam
khas banjar yang mencampurkan ketela pohon dalam sayurnya. Tapi di Bangkinang? Sarapan
nasi kuning atau nasi uduk kesukaan saya tidak ada, bubur ayam tidak ada, yang
ada lontong sayur super pedas, bubur kacang ijo daaaannn sate bumbu tepung.
Membutuhkan waktu setahun untuk bisa menyesuaikan rasa tersebut di lidah.
Dan akhirnya saya tidak tahu apakah saya masih disebut
perantau saat ini. Secara ya KTP saya udah KTP Riau dan Alhamdulillah akhir
2011 kemarin kami membeli sebuah rumah mungil di kawasan perumahan dekat Jalan
Lingkar Bangkinang.
Inilah kisah perantauan saya semoga bisa dibaca oleh anak
cucu, dan Artikel ini diikutkan dalam Giveaway Gendu-Gendu Rasa Perantau